Seorang wanita asal Purwakarta, Prisda Sucialaras membagikan kisahnya yang didiagnosis kanker serviks di usia 28 tahun. Gejala awal muncul p...
Seorang wanita asal Purwakarta, Prisda Sucialaras membagikan kisahnya yang didiagnosis kanker serviks di usia 28 tahun.
Gejala awal muncul pada 2023 ketika ia sering mengalami keputihan. Pada awalnya, ia mengabaikan kondisi ini karena mengira hanya efek kelelahan. Namun, gejala lain muncul, seperti pendarahan setiap kali berhubungan intim dengan suaminya.
"Pada waktu itu pas lagi berhubungan badan dengan suami, daerah intim saya mengeluarkan darah segar, tapi lagi-lagi saya abaikan karena setelah berhubungan badan mengeluarkan darah itu besoknya saya mens. Dua kali berhubungan dengan suami masih seperti itu," ucapnya saat dihubungi detikcom, Selasa (18/2/2025).
Menyadari ada sesuatu yang tidak beres dengan tubuhnya, Prisda akhirnya memutuskan untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis kandungan pada awal Agustus 2023. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya tumor di area mulut rahimnya. Namun, dokter belum dapat memastikan apakah tumor tersebut bersifat ganas atau jinak. Tak lama setelah itu, keputihannya semakin parah dan berbau tidak sedap seperti telur busuk.
Ia kemudian menjalani biopsi yang mengonfirmasi bahwa ia mengidap kanker serviks. Untuk mengetahui stadiumnya, ia dirujuk ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) di Bandung, dan hasil pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan kanker serviks stadium 2B.
Dari November hingga Desember 2023, Prisda menjalani serangkaian terapi radioterapi dan kemoterapi di RSHS. Namun, karena keterbatasan biaya transportasi dari Purwakarta ke Bandung, ia memutuskan untuk menghentikan pengobatan sementara waktu.
Pada Januari hingga April 2024, Prisda juga merasa kondisi tubuhnya membaik dan kembali menjalani aktivitas sehari-hari. Namun, pada Mei 2024, gejala kanker serviks kembali muncul. Berat badannya turun drastis, ia kesulitan buang air besar, mengalami keputihan berlebih, dan kehilangan nafsu makan.
"Akhirnya, dengan modal tekad saja tanpa memikirkan biaya, awal Juni 2024 saya mulai periksa lagi. Tapi saya memutuskan untuk pindah rumah sakit. Rumah sakit yang saya pilih pada saat itu di Santosa Kebon Jati," imbuhnya.
"Di sana saya divonis kalo kanker serviks saya masih ada. Dan dokter memutuskan untuk melakukan kemoterapi terlebih dahulu. Awalnya saya pikir pengobatan kemo nya sama dengan RSHS ternyata beda. Di Santosa kemoterapi nya sangat dahsyat," tuturnya.
"Efek kemoterapi membuat badan saya makin kecil, rambut menjadi botak, kulit kusam, dan selalu drop," katanya.
Dokter menyarankan Prisda untuk menjalani enam sesi kemoterapi dengan jeda tiga minggu per sesi. Namun, kondisi ekonomi keluarga semakin sulit. Suaminya pun terpaksa keluar dari pekerjaannya agar bisa mencairkan dana BPJS Ketenagakerjaan untuk biaya pengobatan.
"Alhamdulillah, rezeki sudah Allah atur. Mungkin tahun ini waktunya saya berobat dan sembuh," imbuhnya.
Setelah menyelesaikan kemoterapi kelima di RS Santosa, dokter merujuknya kembali ke RSHS untuk melanjutkan radioterapi. Hingga kini, Prisda masih menjalani terapi di rumah sakit tersebut.
Punya Kebiasaan Buruk, Sering Makan Junk Food-Jarang Olahraga
Menurut Prisda, dokter menjelaskan bahwa ada dua faktor yang bisa memicu kanker serviks, yakni sering bergonta-ganti pasangan atau pola hidup yang tidak sehat.
Prisda mengakui bahwa setelah menikah, kebiasaan hidupnya menjadi kurang baik. Ia sering mengonsumsi makanan 'kotor' seperti junk food dan jarang berolahraga.
"Maklum, Kak, karena sewaktu gadis hidup susah sekali. Jadi, pas menikah dapat suami yang baik, jadinya kebablasan," katanya.(health.detik.com)