Sejumlah fakta mulai terungkap terkait kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh IWAS alias Agus Buntung (21 tahun), pemuda disabil...
Sejumlah fakta mulai terungkap terkait kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh IWAS alias Agus Buntung (21 tahun), pemuda disabilitas dalam kasus kekerasan seksual terhadap mahasiswi di NTB.
Teranyar, mencuat fakta yang menjawab pertanyaan publik tentang bagaimana Agus melecehkan mahasiswi padahal tidak punya lengan.
Pelecehan Pakai Kaki
Pihak kepolisian membongkar bagaimana Agus diduga melakukan pelecehan kepada mahasiswi. Ternyata dilakukan dengan kaki. Agus merupakan seniman dan berstatus mahasiswa semester tujuh di sebuah perguruan tinggi negeri di Mataram.
"Pelaku bahkan menggunakan kakinya untuk melakukan tindakan seperti membuka celana korban. Ini menunjukkan bahwa keterbatasan fisiknya tidak menghalangi tindakan yang dilakukan," kata Dirreskrimum Polda NTB, Kombes Syarif Hidayat kepada wartawan, Minggu (1/12).
Proses penyelidikan sudah dilakukan dan fakta yang terungkap dari pemeriksaan sejumlah saksi menunjukkan adanya pelecehan kepada korban.
Sebelumnya kasus ini memicu perdebatan di media sosial, terutama setelah video pernyataan Agus yang menyangkal tuduhan beredar luas.
Syarif meminta masyarakat untuk mempercayakan proses hukum kepada pihak kepolisian dan mengimbau masyarakat untuk bijak dalam menanggapi informasi yang beredar di media sosial
"Jangan mudah terpengaruh oleh opini tanpa dasar. Percayakan proses ini kepada kami, dan kami akan memberikan hasil yang transparan," tegasnya.
Cara Agus Manipulasi Korban
Ade Latifa Fitri, pendamping korban, menceritakan kronologi kasus dugaan pemerkosaan itu. Ia menyebut Agus memainkan modus untuk memanipulasi korbannya.
Ade Latifa yang juga Ketua Komunitas Senyum Puan, menjelaskan keberanian korban untuk melapor muncul setelah pelaku secara terbuka membuat klarifikasi di media sosial. Aksi tersebut memancing perhatian publik dan akhirnya memberikan dorongan emosional kepada korban untuk melangkah ke jalur hukum.
"Hal yang memotivasi korban melapor adalah keberanian pelaku yang justru muncul di publik melalui klarifikasi di media sosial. Itu yang mengawali keberanian korban untuk melapor," kata Ade lewat keterangannya.
Ade mengungkapkan kejadian bermula ketika korban sedang jalan-jalan di Taman Udayana, Kota Mataram. Pelaku yang sebelumnya tidak dikenal korban menghampirinya untuk berbicara.
Dari percakapan awal, pelaku diduga mulai melakukan manipulasi psikologis hingga intimidasi untuk melemahkan mental korban.
"Pelaku memanfaatkan kondisi psikologis korban. Dia menggunakan kata-kata manipulatif, ancaman, dan intimidasi untuk membuat korban merasa tidak punya pilihan lain," jelasnya.
Modus manipulasi pelaku menjadi semakin nyata saat ia menggiring korban berpindah tempat di dalam area Taman Udayana. Di lokasi tertentu, korban menyaksikan adegan asusila dari pasangan lain, yang justru memicu trauma lama dalam dirinya.
Pelaku kemudian memanfaatkan momen emosional ini untuk mendominasi pikiran korban.
"Pelaku diduga mengancam akan mengungkap masa lalu korban kepada orangtuanya. Hal ini membuat korban semakin terpojok secara emosional," ucap Ade.
Di bawah ancaman tersebut, lanjut Ade, pelaku membawa korban ke sebuah homestay. Saat itu, korban sempat melakukan perlawanan verbal, tetapi akhirnya tak berdaya karena ancaman pelaku yang berulang-ulang.
Setelah kejadian di homestay, korban sempat berusaha menghindari pelaku. Namun, pelaku terus mengancamnya untuk memastikan korban tidak melawan. Di tengah perjalanan kembali, korban akhirnya menghubungi temannya untuk meminta bantuan.
Setibanya di Islamic Center Kota Mataram, teman-teman korban berhasil menemui pelaku dan mendesaknya terkait tindakan yang sudah dilakukan. Meskipun awalnya sempat ingin meluapkan kemarahan secara fisik, teman-teman korban memilih untuk membantu korban melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian.
Diduga Ada Korban Lain
Andre Saputra, pendamping korban lainnya, mengungkapkan Agus diduga memiliki lebih dari satu korban. Hingga saat ini, sudah ada enam korban yang teridentifikasi, dengan dua di antaranya bersedia menjadi saksi.
Ade dari Pusat Bantuan Hukum Mangandar (PBHM) NTB, mengatakan, modus yang digunakan pelaku terhadap para korban lainnya diduga serupa, dengan ancaman psikologis sebagai senjata utama.
"Ada laporan dari korban lain yang juga menjadi saksi. Modusnya sama, menggunakan manipulasi psikologis dan intimidasi," ujarnya.
Informasi penting disajikan secara kronologis
Beberapa korban bahkan masih di bawah umur, dan kasusnya kini dalam penanganan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Lombok Barat.
Agus Jadi Tahanan Rumah
Agus saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan pelecehan seksual. Meski jadi tersangka, Agus tak ditahan di dalam sel. Ia hanya menjadi tahanan rumah selama 20 hari ke depan.
"Sekarang saya sedang ditahan selama 20 hari, diam di rumah, keluar sedikit ditangkap, itu kata polisi. Dan masa tahanan rumah bisa diperpanjang lagi selama 20 hari dan nanti bisa ditambah lagi 20 hari," ujar Agus ketika ditemui di kediamannya pada Minggu (1/12).
Agus tetap pada keterangan awalnya. Ia membantah tuduhan yang dialamatkan padanya. Ia juga mempertanyakan logika hukum yang menempatkannya sebagai tersangka.
"Saya tidak bisa mengerti bagaimana saya bisa melakukan kekerasan seksual atau pemerkosaan, sedangkan saya tidak memiliki kedua tangan. Logika saja, bagaimana saya bisa buka celana atau buka baju sendiri?" tegas Agus.
Saat ini, polisi masih mendalami kasus tersebut.(kumparan.com)