Beritaterheboh.com - Beragam informasi beredar di media sosial, baik sebelum maupun sesudah Pemilu 2019. Departemen Politik dan Pemerinta...
Beritaterheboh.com - Beragam informasi beredar di media sosial, baik sebelum maupun sesudah Pemilu 2019. Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) Fisipol UGM meneliti mengenai informasi itu.
Penelitian difokuskan pada isu-isu kepercayaan atau legitimasi dan ketidakpercayaan atau delegitimasi terhadap KPU dalam Pemilu 2019.
Sigit Pamungkas, dosen DPP Fisipol UGM, menyampaikan hasil analisis yang diberi nama Peta Ancaman Legitimasi Pemilu 2019 ini diperoleh melalui percakapan di media sosial Twitter dan 270 media online dalam rentang waktu 10 hari, mulai 22 Maret sampai 1 April 2019.
Hasil analisis percakapan di Twitter menunjukkan terdapat 6.945 percakapan tentang kepercayaan dan ketidakpercayaan terhadap KPU.
Percakapan soal ketidakpercayaan terhadap KPU lebih banyak diperbincangkan yakni 4.405 cuitan dan isu kepercayaan 2.540 cuitan.
"Saat ditelusuri, sebagian besar, di atas 50 persen, perbincangan soal ketidakpercayaan terhadap KPU didominasi akun robot, artinya ada yang menggerakkan," ujar Sigit, dikutip dari Liputan6.com, Selasa (23/4/2019).
Hal ini menguatkan bukti percakapan yang mendelegitimasi KPU secara sistematis dibuat dan disebarluaskan melalui platform media sosial Twitter. Tidak hanya itu, banyak pula akun yang mematikan setting lokasinya.
Ia hanya berhasil mendeteksi 1.705 percakapan yang mencantumkan lokasi. Secara geografis, percakapan yang mendelegitimasi KPU terkonsentrasi di Jawa Barat sebanyak 465 cuitan dan DKI Jakarta 352 cuitan.
Lewat analisis word cloud serta penelusuran akun terkait, ia juga menemukan netralitas KPU menjadi topik yang paling sering diperbincangkan.
"Berdasarkan temuan ini, pihak yang mendelegitimasi KPU tanpa dasar, bukti, dan cenderung menyebarkan hoaks dan perlu segera ditangani," ucapnya.
Menurut Sigit, pemilih harus lebih selektif dan cerdas dalam menyerap informasi. Delegitimasi KPU bisa menimbulkan konflik karena orang tidak percaya penyelenggara pemilu.
"Kalau sudah tidak percaya, susah menjelaskan yang benar," tutur Sigit.(*)
Penelitian difokuskan pada isu-isu kepercayaan atau legitimasi dan ketidakpercayaan atau delegitimasi terhadap KPU dalam Pemilu 2019.
Sigit Pamungkas, dosen DPP Fisipol UGM, menyampaikan hasil analisis yang diberi nama Peta Ancaman Legitimasi Pemilu 2019 ini diperoleh melalui percakapan di media sosial Twitter dan 270 media online dalam rentang waktu 10 hari, mulai 22 Maret sampai 1 April 2019.
Hasil analisis percakapan di Twitter menunjukkan terdapat 6.945 percakapan tentang kepercayaan dan ketidakpercayaan terhadap KPU.
Percakapan soal ketidakpercayaan terhadap KPU lebih banyak diperbincangkan yakni 4.405 cuitan dan isu kepercayaan 2.540 cuitan.
"Saat ditelusuri, sebagian besar, di atas 50 persen, perbincangan soal ketidakpercayaan terhadap KPU didominasi akun robot, artinya ada yang menggerakkan," ujar Sigit, dikutip dari Liputan6.com, Selasa (23/4/2019).
Hal ini menguatkan bukti percakapan yang mendelegitimasi KPU secara sistematis dibuat dan disebarluaskan melalui platform media sosial Twitter. Tidak hanya itu, banyak pula akun yang mematikan setting lokasinya.
Ia hanya berhasil mendeteksi 1.705 percakapan yang mencantumkan lokasi. Secara geografis, percakapan yang mendelegitimasi KPU terkonsentrasi di Jawa Barat sebanyak 465 cuitan dan DKI Jakarta 352 cuitan.
Lewat analisis word cloud serta penelusuran akun terkait, ia juga menemukan netralitas KPU menjadi topik yang paling sering diperbincangkan.
"Berdasarkan temuan ini, pihak yang mendelegitimasi KPU tanpa dasar, bukti, dan cenderung menyebarkan hoaks dan perlu segera ditangani," ucapnya.
Menurut Sigit, pemilih harus lebih selektif dan cerdas dalam menyerap informasi. Delegitimasi KPU bisa menimbulkan konflik karena orang tidak percaya penyelenggara pemilu.
"Kalau sudah tidak percaya, susah menjelaskan yang benar," tutur Sigit.(*)